Galih Prasetyo
Timnas Kyrgyzstan (@kyrgyzfootball)

Gol.bolatimes.com - Timnas Kyrgyzstan menjadi salah satu konstentan Piala AFC 2023. Ini menjadi keikutsertaan kedua kali negara pecahan Uni Soviet ini di Piala Asia.

Keikutsertaan pertama kali Kyrgyzstan di Piala Asia pada edisi 2019. Menjadi debutan di Piala Asia 2019, tim berjuluk The White Falcons itu mampu torehkan prestasi tersendiri.

Kyrgyzstan pada Piala Asia 2019 mampu lolos hingga babak 16 besar. Sayang, langkah Kyrgyzstan saat itu dihentikan oleh UEA. Mirlan Murzayev dkk kalah 2-3 dari UEA lewat babak perpanjangan waktu.

Baca Juga:
Tidak Hanya Timnas Indonesia dan Hongkong, Lebanon Juga Andalkan Pemain Naturalisasi di Piala Asia 2023

Mungkin banyak pecinta sepak bola Indonesia yang cukup asing dengan tim Kyrgyzstan, soal bagaimana sejarah sepak bola di negara itu dan seperti apa kekuataan tim tersebut.

Sebenarnya sepak bola di Kyrgyzstan sudah tumbuh kembang sangat lama. Mengutip dari novastan, sepak Kyrgyzstan sudah berusia 100 tahun. Tentu saja, perjalanan 100 tahun sepak bola di Kyrgyzstan saat negara ini masih menjadi bagian dari Uni Soviet.

Menurut literasi milik Union of Kyrgyz Football (UKF), kick off sepak bola di negara mereka terjadi pada 21 Maret 1921 dan berlangsung di Pishpek, ibu kota Kyrgyzstan, yang sekarang bernama Bishkek.

Baca Juga:
Mirip dengan Timnas Indonesia, Hongkong Hadir di Piala Asia 2023 Diperkuat Banyak Pemain Naturalisasi

Dari literasi sejarah pada 21 Maret 1921 berlangsung laga antara tim lokal melawan tim dari Kazakhstan. Saat itu tim lokal Kyrgyzstan kalah 1-2 dari tim Kazakhstan.

"Selama satu abad penuh sejarah sepak bola, banyak master yang membawa kejayaan bagi sepak bola kita dan menjadi teladan bagi pemain muda," tulis UKF.

Meski pertandingan sepak bola pertama terjadi pada 21 Maret 1921, namun klub sepak bola baru berdiri pada 1930 di Frunze. Pada periode 1920 hingga 1930, perkembangan sepak bola di Kyrgyztan berlangsung lamnat karena masalah infrastruktur.

Baca Juga:
Mengenal Debutan Piala Asia 2023 Tajikistan, Dilatih Eks Pelatih PSM Makassar

Menariknya, saat Perang Dunia II berkecamuk justru perkembangan sepak bola di Kyrgyzstan malah membaik. Sejumlah klub lokak asal Kyrgyzstan mampu berjaya di Liga Uni Soviet.

Dua tim Alga Frunze dan Alay Osh mampu mencapai divisi tertinggai kompetisi sepak bola di Uni Soviet. Pada awal 1990 saat Kyrgyzstan menjadi negara merdeka, federasi sepak bola Kyrgyzstan didirikan pada Februari 1992. Mereka kemudian bergabung ke AFC pada 1994.

Kekurangan Dana dan Infrastruktur

Baca Juga:
Media Qatar Tak Suka Timnas Indonesia Lolos Piala Asia 2023, Punya Dendam?

Mengutip dari laporan Futbolgrad, sebagai negara baru merdeka, perkembangan sepak bola Kyrgyzstan justru berjalan lamban.

Bahkan pada 2013, pertandingan di negara itu hanya berlangsung sampai pukul 4 sore. Hal ini lantaran klub menghindari biaya lampu sorot. Ya, biaya lampu sorot jadi beban tersendiri untuk klub di Kyrgyzstan bermain malam.

Tidak hanya itu, pada periode tersebut para pemain Kyrgyzstan juga tidak bisa bertukar jersey layaknya pemain di negara lain. Tujuannya tentu saja menghemat biaya.

Masalah-masalah ekonomi seperti ini membuat sepak bola Kyrgyzstan berjalan di tempat. Ketua PSSI-nya Kyrgyzstan, Semetey Sultanov pada 2015 menegaskan bahwa pihaknya hanya bergantung pada suntikan dana dari FIFA.

"Anggaran federasi adalah 250ribu dollar AS dari FIFA per tahun. Dana itu pun masih sangat kurang untuk kami," ucapnya.

Situasi ini membuat banyak pemain lokal memilih untuk angkat koper dan pindah ke luar negeri. Banyak pemain Kyrgyzstan akhirnya pindah ke Kazakhstan dan menjadi warga negara di sana.

Menurut pengamat dan jurnalis sepak bola lokal di sana, Adilet Temirlanov, masalah krusial adalah soal dana dan pengelolaan menuju sepak bola modern.

"Sepak bola Kyrgyz tidak dimonetisasi dan dijual dalam produk ekonomi. Pemasaran sepak bola memang harus dikembangkan di negara ini. Dengan melakukan itu, klub tidak akan kesulitan keuangan," ucap Temirlanov pada 2020.

Meski dengan kondisi serba kekurangan dana, Kyrgyzstan tetap berusaha untuk bangkit. Pada 2012, pelatih asal Rusia Sergey Dvoryankov didapuk tangani timnas Kyrgyzstan. Pelatih asal Rusia memang jadi andalan untuk sepak bola Kyrgyzstan.

Yang juga menarik, PSSI-nya Kyrgysztan juga menarikk beberapa pemain keturunan seperti Vitalij Lux dan Edgar Bernhardt yang memiliki keturunan Jermna. Lalu ada pemain berdarah Ghana Daniel Tagoe dan Elijah Ari menjadi bagian dari timnas Kyrgysztan.

Tentu saja menarik ditunggu bagaimana perjalanan Kyrgysztan di Piala AFC tahun ini, apakah mereka akan mampu ulangai catatan di 2019 atau malah lebih baik.