Galih Prasetyo
Petugas sarana dan prasarana umum PT Jakarta Propertindo (Perseroda) melakukan perawatan rumput lapangan latih di Jakarta International Stadium (JIS), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (25/6/2021). [Antara/Perseroda]

Gol.bolatimes.com - Panitia Penyelenggara Piala Dunia U-20 Indonesia yang juga ketua umum PSSI, Erick Thohir mengatakan bahwa 6 stadion utama Piala Dunia U-20 akan menggunakan mesin jahit rumput untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Pada Sabtu (18/3), mesin pitch stitching atau jahit rumput sudah akan mulai digunakan. Mesin jahit rumput yang digunakan kata Thohir merupakan rekomendasi FIFA.

"Mesin pitch stitching (jahit rumput) yang direkomedasikan FIFA untuk meningkatkan kualitas lapangan standar Piala Dunia sudah hadir di Indonesia. Saat ini posisi mesin berada di Bali untuk meningkatkan kualitas lapangan di stadion I Wayan Dipta, dan selanjutnya akan bergilir ke lapangan lainnya," ungkap Erick Thohir seperti dikutip dari laman resmi PSSI.

Baca Juga:
Tanpa Full Team Hadapi Uzbekistan di Piala Asia U-20, Shin Tae-yong Lebih Pede Menatap Piala Dunia U-20, Ini Alasannya

Pihak LOC menjadwalkan proses pitch stitching, yakni menjahitkan antara rumput asli dan sintetis untuk memodifikasi kerapatan rumput berlangsung sejak hari ini hingga awal Mei.

Setelah Bali, mesin yang dikerjakan perusahaan asal Inggris, Sisgrass , akan menuju Surabaya, lalu Jakarta, berikutnya Solo, Bandung, dan terakhir Palembang.

Menarik untuk melihat sejak kapan mesin penjahit rumput digunakan di sepak bola. Penggunaan mesin jahit rumput ini ternyata tak lepas dari evolusi dunia sepak bola.

Baca Juga:
Demo Ormas Islam Tolak Israel di Piala Dunia U-20 Indonesia Jadi Sorotan Media Internasional

Kualitas rumput stadion yang terus berkembang di dunia dan diawali di Eropa tak lepas dari evolusi dari sepak bola dari tahun ke tahun.

Mantan pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson pernah mengungkapkan bahwa perbaikan kualitas rumput stadion tak bisa dilepaskan dari pertandingan sepak bola saat ini yang semakin cepat dan menarik.

"Pertandingan sepak bola papan atas hari ini dimainkan dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dibanding 30 tahun yan lalu, sebagian dibantu dengan aturan back-pass yang mulai terjadi pada 1992, tetapi sebagian besar karena peningkatan kualitas lapangan" ucap Sir Alex seperti dilansir dari laman resmi UEFA.

Baca Juga:
Mengenal Pemain Berdarah Campuran yang Bakal Bela Inggris di Piala Dunia U-20 Indonesia

Ucapan Sir Alex ini diamani oleh Jonathan Calderwood yang pernah menjadi manajer lapangan PSG. Ia mengatakan bahwa saat ini yang terpenting dalam pertandingan sepak bola adalah bagaiaman rumput stadion dirawat dan dijaga.

"Ini semua tentang seberapa cepat lapangannya, berapa banyak kandungan air di sana, ketinggian rumput, seberapa keras atau lunaknya lapangan, apakah pemain bisa terpeleset saat bermain," jelasnya.

Dari Tanah Berlumpur hingga Rumput Berkualitas

Baca Juga:
Jelang Piala Dunia U-20 2023, Hokky Caraka Sesumbar Timnas Indonesia Bisa Catat Sejarah Baru

Penyempurnaan rumput stadion terus dilakukan dari beberapa tahun lalu. Sebenarnya hal itu menjadi fenomena cukup baru di dunia sepak bola.

Maklum saja, di awal pertandingan sepak bola hanya berlangsung di rumput lapangan seadanya. Tanah berlumpur hingga disebut sebagai kandang babi oleh sejumlah media di Inggrus.

Ialah Bill Shankly, manajaer legendaris Liverpool yang diera 50-an mulai memperhatikan detail kondisi rumput stadion.

Bill Shankly disebut kerap bertanya ke petugas lapangan di Anfield soal fasilitas pengairan di rumput stadion demi menjaga kualitas.

Kondisi musim dingin di era itu menjadi momok bagi klub. Rumput stadion berubah menjadi tanah beku. Liverpool pad masa itu dikabarkan menggunakan pelontar api untuk mencairkan es di rumput stadion.

Era 80-an, dua klub Inggris, Queens Park Rangers dan Luton Town mencoba menggunakan rumput stadion sintetis. Dua klub ini jadi yang pertama di dunia menggunakan rumput plastik.

Selanjutnya penggunaan rumput sintetis dipakai oleh klub Inggris lainnya, Oldham Athletic dan Preston North End.

Pada 2003, UEFA kemudian meluncurkan program rumput buatan yang tiga tahun kemudian diuji cobakan pada pertadingan Liga Champions.

Kekinian seiring dengan aturan standar rumput untuk kompetisi internasional, penggunaan mesin jahit rumput jadi hal penting. PSG, klub kaya Prancis misalnya memiliki lapangan Desso Grassmaster yang mengandung 3% serat polipropilena plastik, yang memberikan stabilitas tambahan pada lapangan.

"Ada 180mm di bawah permukaan dan 20mm di atas permukaan. Jadi seluruh serat sintetis memiliki panjang 200mm dan dijahit setiap jarak 2cm. Itu membuat rumput lebih kuat dengan akar alami yang tumbuh," jelas Calderwood.